Mita Zaedu - Kami berikan contoh surat Tugas Pramuka untuk Pembina dalam rangka untuk mengikuti Undangan Pertemuan STBM Sunting.
STBM kepanjangan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat .Contoh Surat Tugas Pramuka untuk Mengikuti Pertemuan STBM Sunting Lintas Sektor |
Sunting atau Kerdil
Kerdil (stunting) pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (Bawah 5 Tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Baca juga :
UJI COBA PELATIHAN FASILITATOR STBM-STUNTING
Indonesia merupakan negara terbesar kelima dengan jumlah anak stunting di dunia. Studi Pemantauan Status Gizi (PSG) Kementerian Kesehatan tahun 2016 mencatat terdapat 28% balita stunting di Indonesia. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun, dimana anak secara fisik terlihat lebih pendek daripada anak lain seumurnya. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit, memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa, dan tidak memiliki kekampuan kognitif yang memadai, sehingga tidak saja mengakibatkan kerugian bagi individu tetapi juga kerugian sosial ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Stunting bukan hanya karena kurang makan. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang berakar pada kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta pendidikan. Secara tidak langsung akar masalah ini mempengaruhi ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan yang kemudian mempengaruhi asupan makanan dan menyebabkan berbagai infeksi, sehingga menimbulkan gangguan gizi ibu dan anak (UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia).
Untuk mencegah dan mengatasi stunting, dilakukan dua model intervensi yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung misalnya melalui imunisasi, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, dan pemantauan pertumbuhan. Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan gender. Studi Lancet (2008) menemukan bahwa intervensi spesifik hanya mendukung 20% upaya pencegahan/penurunan stunting, sementara intervensi sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai studi yang dilakukan oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan akademisi menemukan bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak merupakan kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan, dan stunting.
Hingga akhir 2016, BPS mencatat 87% penduduk Indonesia telah memiliki akses air minum yang aman dan 61% memiliki akses sanitasi yang layak. Terdapat peningkatan akses yang cukup besar sejak tahun 2008, terutama setelah pemerintah menerapkan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ke dalam program-program sanitasi dan air minum.
Pembangunan Kesehatan tahun 2015-2019 merupakan salah satu komponen pelaksanaan ke-5 dari Nawacita Presiden, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menetapkan target tersedianya akses air minum dan sanitasi universal (100%) bagi seluruh rakyat Indonesia dan penurunan angka stunting dari 40% ke 28% pada tahun 2019. Secara spesifik, Kementerian Kesehatan menetapkan empat prioritas kesehatan 2015-2019, yaitu: 1) menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, 2) menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), 3) menanggulangi penyakit menular HIV-AIDS, Tuberculosis, dan Malaria, dan 4) menanggulangi penyakit tidak menular Hipertensi, Diabetes, Obesitas, Kanker, dan gangguan jiwa.
Dalam upaya menurunkan angka stunting dan mencapai target akses universal air minum dan sanitasi, diperlukan kolaborasi dan integrasi antara program air minum, sanitasi, dan gizi. Kolaborasi ini memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola kegiatan terkait STBM dan stunting yang tersebar merata di seluruh Indonesia. Kolaborasi dan integrasi antara SDM yang memahami STBM dan memahami isu stunting merupakan hal baru. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan pengembangan sumber daya manusia, baik melalui pelatihan maupun pendidikan.
Stunting bukan hanya karena kurang makan. Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang berakar pada kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta pendidikan. Secara tidak langsung akar masalah ini mempengaruhi ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan yang kemudian mempengaruhi asupan makanan dan menyebabkan berbagai infeksi, sehingga menimbulkan gangguan gizi ibu dan anak (UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia).
Untuk mencegah dan mengatasi stunting, dilakukan dua model intervensi yaitu intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung misalnya melalui imunisasi, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita, dan pemantauan pertumbuhan. Intervensi sensitif mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan gender. Studi Lancet (2008) menemukan bahwa intervensi spesifik hanya mendukung 20% upaya pencegahan/penurunan stunting, sementara intervensi sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai studi yang dilakukan oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan akademisi menemukan bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak merupakan kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan, dan stunting.
Hingga akhir 2016, BPS mencatat 87% penduduk Indonesia telah memiliki akses air minum yang aman dan 61% memiliki akses sanitasi yang layak. Terdapat peningkatan akses yang cukup besar sejak tahun 2008, terutama setelah pemerintah menerapkan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ke dalam program-program sanitasi dan air minum.
Pembangunan Kesehatan tahun 2015-2019 merupakan salah satu komponen pelaksanaan ke-5 dari Nawacita Presiden, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menetapkan target tersedianya akses air minum dan sanitasi universal (100%) bagi seluruh rakyat Indonesia dan penurunan angka stunting dari 40% ke 28% pada tahun 2019. Secara spesifik, Kementerian Kesehatan menetapkan empat prioritas kesehatan 2015-2019, yaitu: 1) menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, 2) menurunkan prevalensi balita pendek (stunting), 3) menanggulangi penyakit menular HIV-AIDS, Tuberculosis, dan Malaria, dan 4) menanggulangi penyakit tidak menular Hipertensi, Diabetes, Obesitas, Kanker, dan gangguan jiwa.
Dalam upaya menurunkan angka stunting dan mencapai target akses universal air minum dan sanitasi, diperlukan kolaborasi dan integrasi antara program air minum, sanitasi, dan gizi. Kolaborasi ini memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola kegiatan terkait STBM dan stunting yang tersebar merata di seluruh Indonesia. Kolaborasi dan integrasi antara SDM yang memahami STBM dan memahami isu stunting merupakan hal baru. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan pengembangan sumber daya manusia, baik melalui pelatihan maupun pendidikan.
Dalam Uji Coba Pelatihan Fasilitator STBM Sunting akan melibatkan Tim dari tiap-tiap Kecamatan yang akan di dampingi oleh 1 (satu) orang dari TNI, PKK, MUI dan Pramuka.
Kami di sini akan memberikan Contoh Surat Tugas Pramuka untuk Mengikuti Undangan Pertemuan STBM Sunting.
Lihat selengkapnya di bawah ini.
Demikianlah semoga anak-anak kita tidak kerdil/sunting setelah diadakannya program STBM oleh Pemerintah RI.
Indonesia Sehat, Indonesia Cerdas, Indonesia Maju dan Indonesia mampu bersaing dengan dunia Internasional. Semoga saja. Amin
0 comments: